NEGRI NGERI, Sebuah Analisa Sosial

Berbicara mengenai analisa sosial masyarakat, Teringat sebuah lagu yang kurang lebih Sebagai Berikut:
“Lihatlah negri kita, Yang subur dan kaya raya
Sawah ladang terhampar luas, samudra biru
Tapi Ratapilah Negri kita, yang tinggal hanyalah cerita., cerita dan cerita.
Pengangguran menyebar luas, kemiskinan meraja lela,
Pedagang kaki lima tergusur teraniaya,
Bocah-bocah kecil merintihMelangsungkan mimpi dijalanan,
buruh kerap diahadapi penderitaan:
dst…..
Lagu diatas, yang judulnya kemudian menjadi judul esai ini, dibawakan oleh Marjinal, sebuah band berialiran punk sosialis. Dalam lagu tersebut banyak manyoroti tentang kondisi Negara kita dewasa ini. Mungkin tidak penting bagi kita siapa atau apa yang meneriakkana lagu itu, tapi yang terpenting adalah kejujuran dah realitas yang yeng di usung lagu tersebut.


Kita sering terbuai dalam romantisme masa lalu yang mengatakan bahwa Indonesia negri yang kaya, jamrud katulistiwa, SDA yang melimpah, tongkat kayu dan batu jadi tanaman dan segudang julukan-julukan agung yang menempel pada kata INDONESIA. Tapi pada realitanya, sampai detik ini, Di atas tanah yang katanya kaya ini, masih berdiri ribuan bahkan jutaan anak-anak jalanan, pengemis, gelandangan, petani-petani miskin, pengangguran dan kaum-kaum mlarat lain. Kemana semua kekayaan bangsa ini? Apakah masih terkubur ratusan meter diperut bumu? Ataukah masih tenggelam di dasa laut? Apakah tersembunyi didalam hutan-hutan kita yang bahkan tidah nyaman lagi bagi seekor cicak?. Pertanyaan seperti itu pasti sering timbul di benak kita, dan sering sekali ujung dari pertanyaan itu pasti mangerucut pada pada satu vonis yang menyatakan bahwa pemerintah masih amat sangat tidak bejus dalam mengelola semua itu sehingga bangsa kita masing menjadi bangsa yang melarat., pemerintaha masih hobi bertekuk lutut, masih takut untuk berdiri tegak dengan kaki-kakinya.

Mungkin untuk saat ini hal itu adalah yang paling rasional yang bias kita pakai sebagai jawaban, bagaimana tidak, begitu entengnya pemerintah melepaskan kekayaan alam kita ke tangan asing, menjual BUMN-BUMN kita kepada perusahaan asing, tidak hanya satu atau dua tapi banyak sekali dan itupun sektor-sektor yang sangat strategis, yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dari mulai zaman Suharto (semoga diampuni oleh Allah) satu persatu kekayaan alam kita dijual ke pihak asing, sampai saat ini tak terhitung barapa banyak kekayaan alam kita menjadi milik asing dan manghasilkan triliunan rupiah bagi mereka, sedangkan masyarakat kita sendiri kebanyakan hanya menjadi kuli di perusahaan-perusahaan mereka.

Sangat ironis memang, ditengah kemelaratan masyarakat yang tak kunjung usai ini, dimanfaat oleh segelintir orang untuk kepentingan pribadi. Mereka memanfaatkan kesusahan masyarakat untuk melancarkan jalan mereka menuju kekuasaan. Janji janji tentang sembako murah, lapangan pekerjaan kalau mereka berkuasa, itu semua hanya omong kosong, Sembako tidak perlu terlalu murah seandainya rakyat kita tidak miskin. Selama pemerintah kita masih hobi “menjual Negara” ini pada orang asing, mau tidak mau kemlaratan akan terus menjadi soulmate yang setia menemani negri ini melalui hari demi hari. Kalau dulu jama Pemerintahan Soekarno pernah mengataka “Inggris kita linggis, Amerika Kita Setrika”. Tapi pemerintahan Sekarang, “Pada Inggris kita menagis, Amerika Kita Mengiba”.

Yang dibutuhkan sekarang adalah keberanian dari pemerintah kita untuk membuat kebijakan yang pro rakyat, yang ikhlas berjuang untuk rakyat, bukan untuk golongannya. Sehingga tidak ada saling kalim mengenai keberhasilan masing-masing golongan. Lakukanlah semua untuk rakyat, untuk sati bangsa, satu bahasa dan satu tumpah darah Indonesia.Merdeka….!!!!(-642)

0 komentar:

Posting Komentar

Lencana Facebook

Sang Pengembara Angin

Foto saya
aku adalah seorang yang menghargai semua tentang perjuangan di dunia ini, bergerak melawan sistem yang menindas, melawan birokrasi yang korup, membela kaum yang termarjinalkan....Babas......

Arsip Blog



Yang Baru Dari Ghulam-642-

Komentar-komentar