Angin malam bertiup semilir melewati lorong gerbang Sebuah SMA swasta di sebuah kota kecil di penghujung Barat Lamongan, tepatnya di sebuah kota kecil bernama Babat. Di depan terpampang jelas tulisan “SMA MUHAMMADIYAH 1 BABAT (Disamakan)”. Yah….Serasa pulang kerumah sendiri, kerinduanku perlahan mulai terkikis, aku sekarang berada di SMA Muhammadiyah 1 Babat atau SMA MUHIBA nama kerennya, tempatku menuntut ilmu semasa SMA dulu, yang bagiku bukan hanya Seonggok gedung dengan tembok bercat putih yang aku singgahi dari jam 7 pagi sampai jam 1, siang tiap sabtu sampai kamis dengan pintu masuk yang sempit, dan toilet yang kotor, lepas dari semua itu bagiku tempat ini adalah Benda mati yang hidup, Rumah ke duaku di Babat setelah Pondok Pak Yai, tempat ini yang dulu menjadi kawah candra dimuka bagiku dan kawan-kawanku di IRM (OSIS) dan di DKK Hizbul Wathan. Benda mati ini beserta semua ekosistem di dalamnya mempu membentuk karakterku dari seorang anak ingusan menjadi seorang remaja ingusan (lho…opo bedane?).
Di halaman Berjajar tinggi menjulang pohon glodok dengan beberapa koloni burung peking sedang istirahat di sarang-sarang rapuhnya setelah seharian mengepakkan sayap mencari biji-bijian untuk kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya. Saat itu adalah bulan juli, saat dimana pada bagian utara bumi sedang mengalami musim panas, dan musim dingin di bagian bumi selatan. Di Indonesia sendiri sedang musim tahun ajaran baru (gak nyambung), Termasuk Di SMA Muhammadiyah 1 Babat, Sedang memulai tahun ajaran baru, tepatnya tahun ajaran 2008/2009 dengan siswa-siswi baru yang mengikuti Masa Orientasi Sisiwa (MOS) atau Forum Ta’aruf Siswa (FORTASI) . Hari itu diadakan Malam Pentas Seni, Menandai bahwa kegiatan orientasi untuk siswa baru akan segera berahir, Aku bersama teman-temanku (atau lebih tepatnya saudara-saudaraku) yang dulu pernah merasakan kehidupan sebagai ksatria putih abu-abu di SMA Muhammadiyah 1 Babat meluangkan waktu untuk melihat kegiatan tersebut, sudah menjadi sebuah tradisi tak tertulis bagi kami para alumni terutama yang pernah menjadi anggota IRM atau Osis serta Dewan Kerja Kaum (DKK) untuk hadir di malam tersebut meski sekedar temu kangen dengan sesama atau dengan guru-guru dan karyawan di sana.
Suasana Mulai riuh di halaman SMA Muhammadiyah 1 Babat. Seorang teman mengampiriku, atau lebuh tepatnya adik kelasku dulu, tahun ini dia lulus. Kastiman namanya, tubuhya kecil untuk ukuran cowok Pribumi, Di Osis kita berdua pernah satu jabatan,
“Mas, masih ingat Melda gak?”
Tanyanya singkat padaku,
“Milda anak SMP Muhammadiyah dulu?”
Sahutku dengan Spontan,
“iya….dia sekarang sekolah di sini”
“Lho…iya ta….?”
Jawabku terkejut,
Kemudian dia mengarahkan telunjuknya kepada seorang gadis yang tersenyum manis sedang berbicara dengan-teman-temannya. Kemudian aku memanggil salah seorang Anak OSIS yang kebetulan aku kenal,
“Dek….bisa minta tolong panggilin anak itu”
kataku padanya sambil mennunjuk ke arah kerumunan,
“Yang itu ta mas….”
“iya dek”,
Jawabku, kemudian dia mengahmpiri gadis itu. Gadis itu pun menioleh ke arahku,
“Kak…………”
Sapanya padaku sambil tersenyum,
“ya dek…., lho aku baru tahu kalo kamu sekolah di sini?”
Jawabku sambil tersenyum juga,
“iya kak…”
Kemudian dia melanjutkan candanya bersama teman-temannya.
Perbincangan kecil itu, meski sebentar namun terasa cukup dalam di hati. Aku tak mengira kedatanganku malam itu membuat aku bertemu dengan wajah yang sudah ltak asing lagi di otakku. Ya…., ternyata pertemuan itu membangkitkan sebuah memori lama yang hampir saja memudar di telan waktu. Emilda nama gadis itu, cuma satu kalimat itu yang aku tahu, dia yang dulu aku kenal waktu aku mengajar kepanduan di sebuah SMP Muhammadiyah di kec.amatan Sekaran, sekarang telah bermetamorfosa menjadi seorang bidadari cantik dengan dua sayap putih di punggungnya, senyumnya membangkitkan adrenalin dan membuat fikiranku terbang jauh hingga menembus atmosfer terluar bumi ini, kehangatan tutur sapanya solah mampu mengobati relung hati yang terkoyak seribu pisau stainless steel made in Tiongkok, tatapan matanya bening, sebening tetesan embun, mengalahkan beningnya lensa teleskop hubble milik NASA, tawanya selau mengiang-ngiang di gendang telinga bagaikan petikan gitar Raja dangdut Rhoma Irama. Hmm………diya masih semanis dulu dengan wujud yang lebih sempurna (kataku dal;am hati) intinya dia adalah gadis yang terpilih, dia kejora diantara gadis-gadis lain di bumi ini.
Sejak saat itu ada yang bergejolak dalam hatiku, memoriku jauh terbang kebelakang (maaf bukan ke toilet) mengenang masa-masa SMA dulu ketika aku masih jadi anak SMA, aku merasa masih ada sebuah cerita yang belum sempat aku tulis, masih ada yang belum cerita yang belum aku katakan, masih ada amanah yang masih aku simpan di hati. Timbul pertanyaan dihatiku, Apakah sekarang saatnya?
Bersambung...............
Di halaman Berjajar tinggi menjulang pohon glodok dengan beberapa koloni burung peking sedang istirahat di sarang-sarang rapuhnya setelah seharian mengepakkan sayap mencari biji-bijian untuk kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya. Saat itu adalah bulan juli, saat dimana pada bagian utara bumi sedang mengalami musim panas, dan musim dingin di bagian bumi selatan. Di Indonesia sendiri sedang musim tahun ajaran baru (gak nyambung), Termasuk Di SMA Muhammadiyah 1 Babat, Sedang memulai tahun ajaran baru, tepatnya tahun ajaran 2008/2009 dengan siswa-siswi baru yang mengikuti Masa Orientasi Sisiwa (MOS) atau Forum Ta’aruf Siswa (FORTASI) . Hari itu diadakan Malam Pentas Seni, Menandai bahwa kegiatan orientasi untuk siswa baru akan segera berahir, Aku bersama teman-temanku (atau lebih tepatnya saudara-saudaraku) yang dulu pernah merasakan kehidupan sebagai ksatria putih abu-abu di SMA Muhammadiyah 1 Babat meluangkan waktu untuk melihat kegiatan tersebut, sudah menjadi sebuah tradisi tak tertulis bagi kami para alumni terutama yang pernah menjadi anggota IRM atau Osis serta Dewan Kerja Kaum (DKK) untuk hadir di malam tersebut meski sekedar temu kangen dengan sesama atau dengan guru-guru dan karyawan di sana.
Suasana Mulai riuh di halaman SMA Muhammadiyah 1 Babat. Seorang teman mengampiriku, atau lebuh tepatnya adik kelasku dulu, tahun ini dia lulus. Kastiman namanya, tubuhya kecil untuk ukuran cowok Pribumi, Di Osis kita berdua pernah satu jabatan,
“Mas, masih ingat Melda gak?”
Tanyanya singkat padaku,
“Milda anak SMP Muhammadiyah dulu?”
Sahutku dengan Spontan,
“iya….dia sekarang sekolah di sini”
“Lho…iya ta….?”
Jawabku terkejut,
Kemudian dia mengarahkan telunjuknya kepada seorang gadis yang tersenyum manis sedang berbicara dengan-teman-temannya. Kemudian aku memanggil salah seorang Anak OSIS yang kebetulan aku kenal,
“Dek….bisa minta tolong panggilin anak itu”
kataku padanya sambil mennunjuk ke arah kerumunan,
“Yang itu ta mas….”
“iya dek”,
Jawabku, kemudian dia mengahmpiri gadis itu. Gadis itu pun menioleh ke arahku,
“Kak…………”
Sapanya padaku sambil tersenyum,
“ya dek…., lho aku baru tahu kalo kamu sekolah di sini?”
Jawabku sambil tersenyum juga,
“iya kak…”
Kemudian dia melanjutkan candanya bersama teman-temannya.
Perbincangan kecil itu, meski sebentar namun terasa cukup dalam di hati. Aku tak mengira kedatanganku malam itu membuat aku bertemu dengan wajah yang sudah ltak asing lagi di otakku. Ya…., ternyata pertemuan itu membangkitkan sebuah memori lama yang hampir saja memudar di telan waktu. Emilda nama gadis itu, cuma satu kalimat itu yang aku tahu, dia yang dulu aku kenal waktu aku mengajar kepanduan di sebuah SMP Muhammadiyah di kec.amatan Sekaran, sekarang telah bermetamorfosa menjadi seorang bidadari cantik dengan dua sayap putih di punggungnya, senyumnya membangkitkan adrenalin dan membuat fikiranku terbang jauh hingga menembus atmosfer terluar bumi ini, kehangatan tutur sapanya solah mampu mengobati relung hati yang terkoyak seribu pisau stainless steel made in Tiongkok, tatapan matanya bening, sebening tetesan embun, mengalahkan beningnya lensa teleskop hubble milik NASA, tawanya selau mengiang-ngiang di gendang telinga bagaikan petikan gitar Raja dangdut Rhoma Irama. Hmm………diya masih semanis dulu dengan wujud yang lebih sempurna (kataku dal;am hati) intinya dia adalah gadis yang terpilih, dia kejora diantara gadis-gadis lain di bumi ini.
Sejak saat itu ada yang bergejolak dalam hatiku, memoriku jauh terbang kebelakang (maaf bukan ke toilet) mengenang masa-masa SMA dulu ketika aku masih jadi anak SMA, aku merasa masih ada sebuah cerita yang belum sempat aku tulis, masih ada yang belum cerita yang belum aku katakan, masih ada amanah yang masih aku simpan di hati. Timbul pertanyaan dihatiku, Apakah sekarang saatnya?
Bersambung...............
Posting Komentar