Syamil Basayef

Pagi hari 10 Juli 2006 lalu, dataran utara Ingushetia di Kaukasus sedang dihangatkan musim panas. Rumpun bunga daisy bermekaran di mana-mana. Saat itulah Syamil Basayev mati meledak bersama tiga mujahid lain, dalam sebuah truk amunisi. Ia mati ketika memperjuangkan kemerdekaan bangsa Muslim Chechnya melawan teror serdadu Russia.

“Mati hanya sekali, matilah saat sedang berjihad,” kata seorang pria bernama Ustadz Abdullah ‘Azzam. Mobilnya diledakkan CIA saat hendak berangkat khutbah Jum’at di Peshawar, di arena jihad Afghanistan.

Dalam satu wawancara dengan CNN, pemimpin HAMAS Dr. ‘Abdul Aziz Al-Rantissi, bilang begini, “Anda pasti akan mati, mungkin karena kanker atau karena Apache (helikopter bikinan Amerika yang dipakai Israel untuk membantai orang Palestina). Saya pilih Apache.” Allah memenuhi keinginan itu. Dr. Rantissi mati dirudal Apache karena memimpin bangsa Palestina melawan penjajah Israel.

Tidak mudah mendapatkan syahid. Bahkan Khalid bin Walid Radhiallaahu ‘anhu yang seluruh tubuhnya penuh bekas luka sabetan pedang, tombak, dan panah, yang didapatnya dari seratus kali berperang, matinya sakit di atas ranjang. “Celakalah orang yang pengecut,” pesan terakhir Khalid.

Setiap kali ada orang seperti Syamil Basayev dijemput Malaikat Izrail, terbayang kembali oleh kita orang-orang yang telah memilih jalan hidup-mati yang mulia, dari generasi ke generasi. Sejak generasi Hamzah bin ‘Abdul Muthallib Ra di padang Uhud sampai generasi Mohammad Thoha di Bandung dan lebih banyak lagi yang tak dikenal namanya. Mudah-mudahan mereka semua syuhada. Kelompok yang oleh seorang ‘alim Ibn Katsir disebut sebagai “satu-satunya jenis manusia yang tidak kaget dan tidak panik saat menyaksikan dahsyatnya Hari Qiyamat”.

Kapan waktunya kita mati sudah tercatat di Lauhul Mahfuzh, namun bagaimana cara kita mati masih bisa dipilih. Setiap Jum’at khatib mengingatkan kita dengan ayat “...jangan sekali-kali mati kecuali dalam keadaan Muslim.” Jika ingin mati dalam keadaan Muslim, pilihannya hanya ada satu cara, yaitu menjadi Muslim sesempurna mungkin selama 24 jam sehari. Soalnya kita tak tahu jam berapa diantara 24 jam ke depan batas hidup kita akan berakhir. Jangan ambil risiko.

Lima belas tahun terakhir, 24 jam sehari, Syamil adalah pemimpin jihad di Chechnya. Sebuah negara kecil yang menyatakan emoh tunduk pada Russia, sesudah imperium Komunis Uni Soviet berantakan. Kaki kanannya sudah ia infaq-kan untuk jihad. Jika mau ia bisa hidup mewah jadi pejabat pemerintahan boneka Russia. Tidak. Ia tak mau lengah melepaskan 1 jam pun di luar jihad. Hasilnya, ia mati dalam keadaan berjihad.

Jalan hidup orang-orang seperti Syamil sangat tidak mudah. Selain harus selalu bergerilya dan waspada seperti Panglima Besar Jenderal Soedirman, isu dan fitnah selalu mengikuti setiap langkahnya. Jenderal Soedirman disebarluaskan oleh penjajah Belanda sebagai pemimpin “gerombolan ekstrimis”. Diponegoro disebut “pangeran pemberontak yang tersingkir dari istana”. Tuanku Imam Bonjol difitnah sebagai “pemecah belah kaum adat”.

Syamil Basayev, Wakil Presiden CRI (Chechen Republic of Ichkeria) masuk dalam “daftar resmi teroris” versi Dewan Keamanan PBB tahun 2003. Oleh kantor berita Inggris-Yahudi Reuters Syamil digelari “Jagal dari Beslan”, merujuk ke aksi penawanan anak-anak sekolah di Beslan, Russia. Akibat serbuan serdadu Russia ke sekolah itu 331 anak dan orang dewasa tewas dalam kejadian itu.

Kepala dinas rahasia Russia FSB, Nikolai Patrushev, sesumbar di televisi bahwa Syamil terbunuh dalam serangan “operasi khusus”. Perdana Menteri Chechnya boneka Russia, Ramsan Kadyrov menyambut berita kematian Syamil sebagai “kebahagiaan besar bagi bangsa Chechnya” meskipun ia membantah berperan apapun dalam pembunuhan itu.

Hussein bin Mahmoud, seorang ‘alim yang mendukung perjuangan mujahidin Chechnya membuat artikel penghargaan berjudul “Rajawali Kaukasus” untuk Syamil. Artikel itu mengisahkan perjuangan Muslimin Chechnya yang tak pernah berhenti melewati berbagai rezim, sejak Catherine the Great, Joseph Stalin, Boris Yeltsin sampai Vladimir Putin. Hussein juga menceritakan riwayat hidup Syamil, sejak kelahirannya di Vedeno, pengalamannya berjihad di Khost, Afghanistan, hingga memimpin jihad bangsanya sendiri.

Syamil lahir 14 January 1965, di desa pegunungan Vedeno di kawasan tenggara Chechnya. Namanya diambil dari Imam Syamil, ulama-mujahid yang melawan penjajahan kekaisaran Russia pada abad ke-19. Jenggot Syamil Basayev lebat mengkilat. Kaki kanannya putus diamputasi setelah menginjak ranjau Russia pada tahun 2000. Waktu jadi mahasiswa di Moskow Syamil mengaku menempel poster Che Guevara di kamarnya, dan sesudah itu bekerja sebagai salesman komputer.

Syamil pertama kali dikenal dunia pada tahun 1991. Waktu itu Chechnya dipaksa oleh serbuan militer agar tetap berada di bawah jajahan Russia. Sama seperti saat Indonesia dipaksa Belanda untuk tetap berada di bawah jajahannya di tahun 1948, ketika ibukota Yogyakarta diserbu dan Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Syahrir ditangkap dan dibuang seperti maling. Jenderal Soedirman bergerilya. Syamil membajak pesawat Russia ke Turki, dan mengadakan jumpa pers di sana untuk menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi di negerinya. Sebab media Barat tak pernah bersikap adil kepada bangsa Muslim Chechnya.

Pelan tapi pasti, Syamil menjadi komandan penting di jajaran mujahidin ketika armada Russia melakukan serbuan besar-besaran pada tahun 1994. "Russia adalah kekaisaran terakhir yang dibangun dengan darah," katanya kepada BBC di tahun 1999. Armada Russia keletihan. Mereka angkat kaki sesudah Jihad Chechnya pertama berakhir di tahun 1996. Syamil ikut dalam pemilihan presiden namun ikhlas menerima Ashlan Maskhadov menjadi presiden. Ashlan sudah syahid duluan dibunuh serdadu Russia pada bulan Maret 2005 dalam Jihad Chechnya kedua. Kini Syamil menyusul Ashlan dan dua kawannya yang lain, Amir Khattab dari Saudi dan Abdul Halim Sadulayev. Syahidnya Syamil diumumkan secara resmi oleh Dewan Militer Majelis Syura CRI sebagai “kehendak Allah”.

“Dengan kematian Basayev, kepala organisasi telah dihancurkan bagaikan Bin Laden disingkirkan dari Afghanistan," kata Alexander Ruhr dari Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman. Ruhr gagal membaca sejarah. Tidak pernah perjalanan jihad berhenti hanya karena pemimpinnya dibunuh. Mungkin mereda sebentar, sesudah itu bergelora lagi. Sebaiknya, Ruhr mencermati jumlah tentara Amerika yang mati setiap hari sekarang di Afghanistan, sesudah “Bin Laden disingkirkan”.
0 komentar:

Posting Komentar

Lencana Facebook

Sang Pengembara Angin

Foto saya
aku adalah seorang yang menghargai semua tentang perjuangan di dunia ini, bergerak melawan sistem yang menindas, melawan birokrasi yang korup, membela kaum yang termarjinalkan....Babas......

Arsip Blog



Yang Baru Dari Ghulam-642-

Komentar-komentar